Home > Article > Category > TOKOH

DAKWAH PEMURNIAN ISLAM KH AHMAD DAHLAN

DAKWAH PEMURNIAN ISLAM KH AHMAD DAHLAN

PENGARUH DAKWAH SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB PADA KH. AHMAD DAHLAN.

KRH Hadjid menerangkan tentang kitab kitab apa yang “mengisi jiwa” atau mempengaruhi pemikiran KH Ahmad Dahlan. Pada mulanya kitab kitab yang dipelajari atau ditelaah oleh KH Dahlan adalah kitab kitab yang biasa dipelajari oleh kebanyakan Ulama di Indonesia dan Ulama Mekkah. Misalnya, dalam ilmu ‘Aqaid ialah kitab kitab yang beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ilmu Fiqh menggunakan kitab kitab dari Madzab Syafi’iyyah, dan dalam hal ilmu tasawuf Kyai Ahmad Dahlan merujuk kepada Imam Al Ghazali. Kemudian, setelah itu, KHA Dahlan mulai mempelajari Tafsir Al Manar karya Rasyid Ridla, majalah Al Manar dan Tafsir Juz ‘Amma karya Muhammad Abduh, serta menelaah kitab Al ‘Urwatul Wutsqa karya Jamaluddin Al Afghani.

Dalam buku KRH Hadjid (halaman 80) tersebut KH. A Dahlan hanya sekali mengutip Muhammad Abdul Wahab, itupun di dalam kitab Risalah Tauhid (karangan Muhammad Abduh).  Jadi Muhammad Abduh dalam kitabnya mengutip Syekh Muhammad Abdul Wahab yang mengutip Imam Syafii. Berikut redaksinya: “Berkata Imam Syafii: “Seumpama Allah tidak menurunkan kepada makhluknya hujjah, kecuali Surat ini, niscaya surat Al Ashri ini telah mencukupi untuk memberi petunjuk”. 
KHA Dahlan merenungkan dan mengulang-mengulangi Surat Al Ashr ini lebih dari 7 bulan. Di dalam tafsir Juz ‘Amma karangan Syekh Muhammad Abduh ada 37 surat, akan tetapi yang dipilih oleh KHA Dahlan hanya satu surat ini.

Perlu di ketahui, Pengaruh Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, pada Dakwah KH. Dahlan jelas melalui fikrah pembaharuan (Tajdiduddin). Apalagi di masa itu sedang ramai ramainya persengketaan Kaum Muda dan Kaum Tua di Indonesia. Kaum Muda yang di tuduh sesat "Wahabi" oleh kaum Tua. Maka pengaruh di sini tidak melulu harus bersentuhan melalui Kitab atau tokohnya, karena di India, dan Afrika pun gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab membawa pengaruh luar biasa melalui Tajdiduddin.

MULAI MENDAKWAHKAN PEMURNIAN ISLAM

Salah satu ide yang cukup menggemparkan warga Kauman adalah pelurusan arah kiblat agar ketika shalat tepat menghadap ke arah Kakbah. Sebab sudah menjadi umum kebiasaan masjid masjid di Yogyakarta mengarahkan kiblat salat sesuai selera mereka.

Dalam pengamatan Kiai Dahlan, arah kiblat sebagian besar masjid di Yogyakarta itu lurus ke barat, termasuk Masjid Gede Kauman. Padahal, seharunya condong ke barat laut kurang lebih 23 derajat, agar tepat mengarah ke Kakbah.

Musyawarah kemudian dijadikan media oleh Kiai Dahlan untuk menyampaikan idenya. Meski tidak mencapai kata setuju dalam musyawarah tersebut. Ide pelurusan kiblat memberikan dampak yang luar biasa besar.

“Maka, ide pelurusan kiblat ini pun ditentang habis habisan. Terlebih, alat (peta) yang digunakan untuk menentukan arah kiblat merupakan produk kaum kafir (barat), yang waktu itu dianggap tidak pantas digunakan oleh umat Islam,” jelasnya.

Meski banyak yang tidak setuju dengan ide pelurusan kiblat, tetapi beberapa pemuda menyambut gembira ide Kiai Dahlan tersebut. Pemuda pemuda tersebut rajin mengaji di Langgar Kidul yang diasuh oleh Kiai Dahlan.

Di antara pemuda pemuda itu, ada yang nekat membuat garis putih di Masjid Gede Kauman tanpa sepengetahuan marbot masjid. Mereka membuat tiga garis lurus dari arah utara ke selatan membentuk sudut 23 derajat, agar salatnya tepat menghadap Ka'bah.

Puncak rintangan Dakwah Kiai Dahlan terjadi pada tanggal 15 Ramadan tahun 1899. Kurang lebih pukul 8 malam, sejumlah massa dari Kawedanan Pengulon yang dipimpin seorang tinggi besar mendatangi Langgar Kidul.

Orang orang tersebut membawa alat alat seperti cangkul, linggis, kapak, sabit, dan lain lain. Mereka siap menghancurkan surau yang sedang digunakan untu shalat terawih. Mereka berteriak teriak kepada jemaah yang ada di dalam surau.

“Ayo, cepat bubar! Surau ini dirobohkan…Akan dihancurkan!”

Setelah jemaah bubar, massa langsung menghantam apa saja yang ada dihadapannya dengan alat yang ada di tangannya. Genting jatuh berserakan, daun pintu lepas, dinding kayu jebol, dan seterusnya.

Pukul 01.30 WIB, surau miliki Kiai Dahlan telah rata dengan tanah. Pukul 04.00 WIB, Kiai Dahlan kembali ke rumah setelah menjalankan Dakwah. Melihat suraunya sudah hancur, membuat tubuhnya lemas, hatinya bergemuruh hebat, kedua matanya berkaca kaca, terdengar lirih nada istigfar dari mulutnya.

Pengrusakan Langgar Kidul, menjadikan Kiai Dahlan merasa tidak dibutuhkan lagi di Kauman. Dirinya bersama istri, memutuskan untuk pergi. Tetapi keinginannya untuk pergi dicegah kakak iparnya, Kiai Saleh.

Dia menyakinkan bahwa dakwah Kiai Dahlan masih dibutuhkan di Kauman. Bahkan Kiai Saleh berjanji akan membantu mendirikan kembali surau yang rata dengan tanah. Juga menegaskan tidak akan ada lagi yang mengganggu dakwah Kiai Dahlan.

“Penjelasan kakak iparnya, menjadikan KH Ahmad Dahlan luluh. Dan akhirnya, dia pun membatalkan rencananya untuk pergi dari Kauman,”.

Kiai Dahlan memang sejak awal memiliki kegelisahan terhadap kondisi orang Muslim. Islam yang ajarannya memiliki keluhuran tidak dapat terlihat dalam praktik kesehariannya. Misalnya saja dalam aspek kebersihan.

Islam mencintai kebersihan, tetapi bisa dilihat dari Indonesia sebagai negeri yang mayoritas beragama Islam namun tidak serius mengurusi masalah sampah. Sebaliknya negara Barat dengan penghuni non Islam justru hidup bersih dan tertib.

Karena itulah, Kiai Dahlan mencoba merumuskan dakwah yang berbeda dengan ulama pada umumnya. Ilmu pengetahuan dan wawasannya setelah bertemu dengan beberapa ulama lintas negara, dirinya gunakan untuk mencerahkan pemahaman masyarakat.

Contohnya ketika ada seseorang yang ingin menikahkan anak gadisnya tetapi tidak bisa melakukan slametan. Orang itu percaya bahwa jika tidak slametan, maka pernikahan itu tidak sah.

Hal ini lantas dibantah oleh Kiai Dahlan, dengan halus mengatakan bahwa menikah itu hanya cukup dengan mahar dan saksi. Sementara yang bertindak sebagai penghulu saat itu adalah Kiai Dahlan sendiri tanpa dibayar.

MENETUKAN SIKAP DAKWAH MENGHADAPI TRADISI YANG DI KATEGORIKAN "BID'AH"

KRH. Hadjid, menuliskan sikap gurunya, tentang keprihatinannya terhadap berbagai "Bid'ah"

"Kiai Dahlan bermuhasabah melihat kaum Muslimin di kampung Kauman dan sekitarnya (Yogyakarta) serta tanah air Indonesia terdapat beberapa bidah. Maka Kiai Dahlan berjuang mengajak kembali kepada ajaran Al Qur'an dan Sunnah Rasul, serta meninggalkan Bid'ah Bid'ah tersebut.

Dalam berjihad ini beliau menjumpai rintangan rintangan dari ulama, sanak keluarga sendiri yang sangat berat. Sehingga kami masih ingat ditembok rumah Kiai Dahlan ada tulisan dalam bahasa Arab, yang artinya, "Niscaya orang yang berpegang pada sunnahku (sunnah Nabi) ketika telah rusak umatku itu seperti orang yang menggenggam bara".

Di bawahnya ada tulisan, "Karena tidak ada orang yang mendukung untuk menyetujuinya".

Dengan kerja berat dan sabar telah berhasil memberantas beberapa bidah seperti :

1. Selamatan waktu seorang ibu mengandung 7 bulan. 
2. Bacaan mauludan dengan memukul rebana ketika membaca "Asyrakal Badru" (sambil berdiri). Dan bayi yang berumur 7 hari dibawa ke muka oleh orang yang membaca barzanji.
3. Sedekah yang bernama surtanah, ketika ada orang yang meninggal, selamatan tiga hari, baca tahlil tiap tiap malam ketika ada orang meninggal sampai 7 hari, selamatan 40 hari, seratus hari, satu tahun. seribu hari (nyewu) dan bacaan tahlil 70 ribu untuk menebus dosa dan haul (ulang tahun kematian) dengan baca tahlil, membaca La-ila-ha illa Allah di muka jenazah dengan lagu suara yang keras. 
4. Perayaan 10 Asyura dan mengadakan mandi (padusan), dan pergi mengirimkan doa ke kuburan. Dan tiap nisyfu Sha'ban mengadakan bacaan bacaan yang tidak ada dalilnya dari Sunnah.
5. Shalat qabliyah 2 rakaat sebelum shalat Jumat. 
6. Adzan dua kali pada hari Jumat. 
7. Minta selamat dan bahagia kepada kuburan kuburan para wali dan tawasul kepada Nabi. 
8. Jimat yang banyak dipakaikan kepada anak anak (untuk menangkal bala). 
9. Shalawatan (membaca selawat dengan memakai rebana, tiap tiap malam Jumat). 
10. Mengadakan ziarah ke kuburan pada bulan Sya'ban (nyadran). 
11. Bacaan bacaan tahlil Qur'an untuk dikirim kepada ahli kubur (orang yang sudah meninggal). 
12. Taklid kepada ulama tanpa tahu dalil dalilnya.

Hendaklah kita meneruskan memberantas Bid'ah yang ada di kalangan umat Islam dengan berpedoman kitab kitab At tauashul wal Washilah karangan Ibnu Taimiyah dan Zadul Ma'ad karangan Ibnul Qayyim. Al I'tikhom karangan Imam Syatibi (al Mudkhal lil Ibnil Akhdaz), Tariqotul Muhammadiyah lil Barkawi, As Sunnu wal Mubtadi'ah, al Ibda'u fi Mudlaril Ibtida'i, Ummul Quro li 'Abdurrachman al Kawabi, dan lain lain. Menjadi kewajiban para ulama memberantas bidah bidah dan wajib memberi tuntunan 'aqoid, ibadah, akhlak, adab menurut Al Qur'an, dan As Sunnah.

Dan juga umat Islam wajib menjaga diri dari pengaruh pengaruh jahiliyah serta pengaruh pengaruh Barat (falsafah yang tidak percaya kepada Tuhan) dan dari semua tingkah laku yang menyalahi/bertentangan dengan Qur'an dan Sunnah. Marilah dengan bersungguh sungguh berjihad untuk kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah."

[Lihat Pelajaran Kiai Haji Ahmad Dahlan: 7 Falsafah Ayat Dan 17 Kelompok Ayat Al Qur'an, Halaman 121 Sampai Halaman 124].

KH. AHMAD DAHLAN MENGKRITIK "ZIARAH KUBUR"

Diantara kisah yang diceritakan oleh Soedja’ yang dimuat dalam buku “Islam Berkemajuan” adalah tentang kritik K.H. Ahmad Dahlan terhadap praktik ziarah kubur yang dilakukan masyarakat sekitarnya saat itu, sebagai berikut:

“Pada tahun 1906, K.H.A. Dahlan memproklamirkan UUD yang mengejutkan perasaan kaum muslimin pada umumnya; ialah ziarah kubur kufur, ziarah kubur musyrik, dan ziarah kubur haram.

Sungguh peluru yang dilepaskan itu tepat mengenai sasaran yang dimaksud sehingga kaum muslimin gempar, lebih lebih para alim ulamanya mereka dari jauh sama mengatakan Haji Ahmad Dahlan sekarang sudah jadi orang Muktazilah, sudah ingkar kepada sunah Rasulullah, sudah menjadi Wahabi, dan lain-lain sebagainya.

Tetapi, tidak ada seorang pun dari mereka yang datang di kamar tamunya K.H.A. Dahlan untuk menentang atau membantah soal yang diumumkan tersebut. Hanya beberapa orang yang datang untuk menyatakan ketegesan (maksud) kedudukan orang ziarah kubur menjadi kufur, orang ziarah kubur menjadi musyrik, dan orang ziarah kubur haram. Padahal, paham Islam pada umumnya ziarah kubur adalah sunah.

Setelah mereka diberi penjelasan dengan dalil keadaan kaum muslimin Indonesia pada umumnya dan kaum muslimin di Yogyakarta pada khususnya, serta kaum muslimin di Kauman lebih khusus lagi, terutama kepada yang minta penjelasan sendiri (kepada hatinya) bagaimana rasa yang terkandung dalam hatinya di waktu ziarah kuburnya para yang dipandang wali, keramat, saleh, dan bagaimana pula bila berziarah kuburnya keluarganya sendiri.

K.H.A. Dahlan mendengar sambutan orang banyak yang beraneka warna yang berupa tuduhan atau dakwaan atas pribadinya itu, Beliau terima dengan senyum tenang dan sabar, karena Beliau menginsyafi bahwa mereka memang sungguh sungguh belum sadar daripada tidurnya yang nyenyak itu. Buktinya, Beliau telah membuka pintu kamar tamunya untuk menerima barang siapa saja di antara mereka yang hendak menentang atau membantah soal ziarah kubur yang dikufurkan, yang dimusyrikkan, dan yang diharamkan oleh Beliau.

Maka itu K.H.A. Dahlan merasa perlu giat berusaha menanam bibit tauhid yang sesuci semurni murninya kepada para pemuda pemuda di masa itu supaya dapat mempertumbuhkan iman yang teguh dan bakuh serta kuat untuk mengamalkan amalan amalan agama Islam baik yang mengenai masyarakat dan yang mengenai akhirat.”

Dengan penjelasan penjelasan ini si peminta penjelasan merasa puas dan menginsyafi bahwa soal ziarah kubur oleh kaum muslimin pada umumnya sangat dengan mesti mengandung salah satu dari tiga anasir di atas, atau malah mungkin mengandung tiga tiganya sama sekali.

Dengan datangnya beberapa orang yang minta ketegesan soal ziarah kubur itu, dapat dimengerti bahwa kaum santri pada umumnya, dan haji haji pada khususnya, banyaklah sesungguhnya belum sama memiliki tauhid suci murni khalis dan mukhlis. Bahkan, masih banyak terlihat orang-orang itu masih gemar memakai jimat jimat dan kemat kemat untuk macam macam maksud yang baik dan maksud yang tidak baik.

KH. AHMAD DAHLAN "SALAFIYUN"

K.H. Saifuddin Zuhri, mengurai pemikiran pembaharuan yang meliputi beberapa ajaran dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan sebagai berikut : Mengenai tauhid sudah jelas, seperti yang telah digariskan dengan jalur keemasan oleh ajaran salaf. Seperti halnya kaum Wahabi dan Hambali pada umumnya, maka ditolaknya perantara dalam doa yang lazim dipakai masyarakat Islam pada waktu itu. Sebagai salah satu intervensi kebudayaan asing ke dalam Islam, segala bentuk “tawassul" ditolak sekalipun dengan para nabi dan wali wali besar serta sahabat, sebab yang demikian itu dianggapnya syirik, menyekutukan Tuhan. Yang berhak memiliki dan memberikan syafa'at adalah Allah sendiri, Nabi tidak memilikinya, wali wali besar pun juga tidak berhak. Perbuatan perbuatan yang diada adakan oleh umat Islam yang menyimpang dari garis relnya agama yang benar, ditolak mentah mentah oleh Muhammadiyah. Oleh karena itu, diberantaslah selamatan, permohonan kepada mayat yang telah dikubur. Menembok kuburan dan mengukirnya, mengadakan maulid Nabi dengan membaca Barzanji, bukan hebatnya api perjuangan Nabi Muhammad yang diperingati, akan tetapi kultus perseorangan yang di hidup hidupkan, menambah azan panggilan shalat lebih dari satu kali dalam sembahyang Jum'at. Memperkenankan wanita mengikuti segala kegiatan kemasyarakatan,
memperkenankan nyanyian dan tarian. Ucapan syahadat tidak hanya cukup dibunyikan saja, akan tetapi juga perlu pengamalan nyata, dan masih banyak lagi perbuatan perbuatan Salaf yang harus dilaksanakan dalam praktik sebagai pendahuluan dapatnya segera terbentuk masyarakat Islam yang sebenar benarnya. [KH. Saifuddin Zuhri, Sejarah kebangkitan Islam dan perkembangannya di Indonesia. Bandung : PT. Al Ma'Arif , 1979, hal : 593-594]

Comments

No comments yet. Be the first to comment!

Leave a Reply