
MUHAMMADIYAHWONOSOBO.COM - Dalam Baitul Arqam RS PKU Wonosobo, 26-27 Juli 2925 Sekretaris MPKSDI PWM Jawa Tengah, Zuhron Arofi menyampaikan materi Impleentasi PHIWM di AUM, bahwa dakwah dan kehidupan umat, kita tak jarang menjumpai ketegangan-ketegangan sosial yang muncul bukan karena perbedaan prinsip, tetapi karena cara pandang yang sempit dan kurang bijak. Menjadi Muhammadiyah tidaklah identik dengan membenci Nahdlatul Ulama (NU), atau sebaliknya. Dakwah tidak dibangun di atas kebencian, tapi pada keteladanan, menjaga tauhid, memelihara akhlak dan memperluas ilmu.
Masyarakat hari ini lebih banyak melihat perilaku dan adab kita ketimbang dalil-dalil atau buku-buku yang kita baca. Oleh karena itu, sebagai warga Muhammadiyah, yang menjunjung tinggi Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber norma utama, kita dituntut untuk menunjukkan nilai-nilai tauhid yang murni sekaligus akhlak yang ramah dan menyentuh hati.
PKU (Pelayanan Kesehatan Umat) Muhammadiyah dikenal ramah dan humanis, menjadi wajah dakwah yang mengedepankan kasih sayang dan profesionalitas. Kebaikan seperti ini adalah buah dari pemahaman tauhid yang benar, yang tidak menuhankan manusia, tokoh, atau benda. Sebab penghormatan yang berlebihan kepada manusia, apalagi sampai di luar batas, bisa menyalahi nilai dasar tauhid yang menjadi fondasi hidup seorang Muslim.
Dalam salah satu pengalaman, ada rombongan yang meminta untuk berziarah ke kuburan. Muhammadiyah tidak menolak ziarah kubur selama niatnya untuk mendoakan, bukan mencari keberkahan dari kuburannya. Di sinilah pentingnya membedakan antara budaya dan akidah. Dalam ranah tauhid, keyakinan menjadi batas tegas. Ziarah menjadi ibadah yang baik, selama tak bergeser ke arah pengagungan yang keliru.
Tauhid adalah inti iman kita. Ia menjadi fondasi segala aspek kehidupan. Maka, bidak-bidak akidah tak boleh dikaburkan oleh tradisi. Begitu pula dalam akhlak, kita diajarkan untuk niat yang ikhlas, amal yang shalih, dan sikap ihsan dalam berinteraksi. Sifat sombong, merasa paling benar, atau memvonis orang lain dengan mudah adalah tanda fasik yang harus dihindari.
Ibadah mahdhah seperti salat lima waktu adalah kewajiban harian yang mengokohkan hubungan dengan Allah. Namun, nilai ibadah itu harus diiringi akhlak yang terpuji. Norma kita adalah wahyu, bukan kebiasaan. Sumber kita adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan hanya tradisi atau pendapat yang turun-temurun.
Menjadi Muhammadiyah bukan sekadar pilihan organisasi, tapi kesadaran ideologis untuk menjadikan tauhid sebagai inti, akhlak sebagai ekspresi, dan ibadah sebagai pengabdian sejati.(rdp)
Comments
No comments yet. Be the first to comment!